Filsafat Ilmu
BAB
I
PENDAHULUAN
- A. LATAR BELAKANG
Pengetahuan merupakan hasil proses dari
usaha manusia untuk tahu. Berbedanya cara dalam mendapatkan pengetahuan
tersebut serta tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut membedakan
antara jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya.
Pengetahuan dikembangkan manusia
disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu
mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi
tersebut. Kedua adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir
tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran.
Penalaran merupakan suatu proses
berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Agar
pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses
berpikir itu harus dilakukan melalui suatu cara tertentu. Suatu penarikan
kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikannya
dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut
logika, di mana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “pengkajian
untuk berpikir secara sahih”.
Pengetahuan banyak jenisnya, salah
satunya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang objek
telaahnya adalah dunia empiris dan proses pendapatkan pengetahuannya sangat
ketat yaitu menggunakan metode ilmiah. Ilmu menggabungkan logika deduktif dan
induktif, dan penentu kebenaran ilmu tersebut adalah dunia empiris yang
merupakan sumber dari ilmu itu sendiri.
- B. RUMUSAN MASALAH
- Apakah struktur ilmu pengetahuan itu ?
- Bagaimana sifat-sifat ilmu pengetahuan itu ?
- Apa sajakah pembagian jenis ilmu pengetahuan ?
- Dimana batas-batas pengkajian ilmu pengetahuan ?
- Apakah Ontologi itu?
- C. TUJUAN
- Mengetahui struktur ilmu pengetahuan
- Mengetahui sifat-sifat ilmu pengetahuan
- Mengetahui pembagian jenis ilmu pengetahuan
- Mengetahui batas-batas pengkajian ilmu pengetahuan
- Mengatahui apa Intilogi Pengetahuan itu
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Sistem, Struktur,
dan susunan Ilmu Pengetahuan
Peter R Senn dalam Ilmu Dalam
Perspektif (Jujun Suriasumantri) meskipun tidak secara gamblang ia menyampaikan
bahwa ilmu memiliki bangunan struktur Van Peursen menggambarakan lebih tegas
bahwa “Ilmu itu bagaikan bangunan yang tersusun dari batu bata. Batu atau unsur
dasar tersebut tidak pernah langsung di dapat di alam sekitar. Lewat observasi
ilmiah batu-batu sudah dikerjakan sehingga dapat dipakai kemudian digolongkan
menurut kelompok tertentu sehingga dapat dipergunakan. Upaya ini tidak
dilakukan dengan sewenang wenang, melainkan merupakan hasil petunjuk yang
menyertai susunan limas ilmu yang menyeluruh akan makin jelas bahwa teori secara
berbeda- beda meresap sampai dasar ilmu
Hidayat Nataatmaja menggambarkan dalam
bahasanya sendiri mengenai hal tersebut di atas bahwa “ilmu memiliki struktur
dan struktur ilmu itu beberapa lapis. Beliau membagi lapisan ilmu ke dalam 2
golongan/ kategori yaitu lapisan yang bersifat terapan dan lapisan yang
bersifat paradigmatik. Kedua kategori memiliki karakter sendiri-sendiri.
Lapisan terapan besifat praktikal dan lapisan paradigmatik bersifat asumtif
spekulatif
Dalam penerapannya, ilmu dapat
dibedakan atas berikut di bawah ini:
- Ilmu Murni (pure science)
Yang dimaksud dengan Ilmu murni adalah
ilmu tersebut hanya murni bermanfaat untuk ilmu itu sendiri dan berorientasi
pada teoritisasi, dalam arti ilmu pengetahuan murni tersebut terutama bertujuan
untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak yakni untuk
mempertinggi mutunya.
- Ilmu Praktis (applied science)
Yang dimaksud dengan ilmu praktis
adalah ilmu tersebut praktis langsung dapt diterapkan kepada masyarakat karena
ilmu itu sendiri bertujuan untuk mempergunakan hal ikhwal ilmu pengetahuan
tersebut dalam masyarakat banyak.
- Ilmu Campuran
Yang dimaksud dengan ilmu campuran
dalam hal ini adalah sesuatu ilmu yang selain termasuk ilmu murni juga
merupakan ilmu terapan yang praktis karena dapat dipergunakan dalam kehidupan
masyarakat umum.
Sedangkan dalam fungsi kerjanya, ilmu
juga dapat dibedakan atas berikut ini:
- Ilmu teoritis rasional
Ilmu teoritis rasional adalah ilmu yang
memakai cara berpikir dengan sangat dominan, deduktif dan mempergunakan
silogisme, misalnya dogmatis hukum.
- Ilmu empiris praktis
Ilmu empiris praktis adalah ilmu yang
cara penganalisaannya induktif saja, misalnya dalam pekerjaan social atau dalam
mewujudkan kesejahteraan umum dalam masyarakat.
- Ilmu teoritis empiris
Ilmu teoritis empiris adalah ilmu yang
memakai cara gabungan berpikir, induktif-deduktif atau sebaliknya
deduktif-induktif.
Saat ini tampaknya sebagian besar para
pakar membagi ilmu atas ilmu-ilmu eksakta dan ilmu-ilmu hukum yang pada satu
titik tertentu sangat sulit dibedakan, namun pada titik yang lain sangat
berbeda satu sama lain.
Ilmu-ilmu eksakta kesemuanya mempunyai
objek fakta-fakta, dan benda-benda alam serta hukum-hukumnya pasti dan tidak
dapat dipengaruhi oleh manusia. Ilmu-ilmu eksakta meliputi antara lain yaitu
berbagai ilmu teknik (seperti teknik permesinan kapal, nuklir, perminyakan,
metalurgi, gas, petrokimia, informatika, computer, planologi, kelautan,
industry, pertambangan, kimia, sipil, mesin, elektro, arsitektur, pertanian,
geodesi, geologi, geofisika, dan meteorologi), berbagai ilmu kedokteran
(seperti kedokteran gigi, anak, penyakit dalam, penyakit khusus, bedah,
kebidanan, bedah mulut, kesehatan masyarakat, keperawatan, kelamin, dan
penyakit mata), berbagai ilmu alam (seperti geofisika, bumi, ruang angkasa, dan
pesawat), berbagai ilmu matematika (seperti ilmu ukur ruang, ilmu ukur sudut
dan aljabar), berbagai ilmu hewan (seperti kedokteran hewan, biologi,
lingkungan dan peternakan), berbagai ilmu tumbuh-tumbuhan (seperti pertanian
dan kehutanan), berbagai ilmu kimia, ilmu tanah, ilmu komputer, farmasi,
agronomi, geografi dan statistik.
Sedangkan ilmu-ilmu sosial
hukum-hukumnya relatif tidak sama dalam berbagai ruang dan waktu, dibandingkan
ilmu-ilmu eksakta (ilmu pasti) dalam arti selalu ada perubahan yang tergantung
pada situasi dan kondisi dan lingkungan, bahkan bisa dipengaruhi dan diatur
(rekayasa) oleh manusia. Ilmu-ilmu social meliputi antara lain berbagai ilmu
administrasi (seperti administrasi pembangunan, Negara, fiskal, niaga,
kepegawaian dan perkantoran), berbagai ilmu ekonomi (seperti ekonomi pertanian,
mikro, makro, social, akuntansi dan keuangan), berbagai ilmu hukum (seperti
hukum perdata, hukum pidana, hukum adat, hukum islam dan hukum waris), serta
disiplin ilmu social lainnya seperti ilmu politik, ilmu pemerintahan, ilmu jiwa
(psikologi), sosiologi, jurnalistik, perhotelan, kepariwisataan, sejarah,
antropologi, arkeologi, komunikasi, manajemen, akuntansi, perpustakaan,
hubungan internasional dan ilmu negara
2. Jenis – jenis Ilmu
pengetahuan dan sifatnya
a. Jenis jenis Ilmu Pengetahuan
Sehubungan dengan adanya berbagai
sumber, sifat-sifat, karakter dan susunan ilmu pengatahuan, maka dalam
pandangan tentang ilmu pengetahuan itu orang mengutarakan pembagian ilmu
pengetahuan (classification). Ini tergantung kepada cara dan tempat para
ahli itu meninjaunya. Menurut pembagian klasik, maka ilmu pengetahuan dibedakan
atas:
- Natural Sciences (kelompok ilmu-ilmu alam)
- Social Sciences (kelompok ilmu-ilmu sosial)
Sedang Dr. C. A. Van Peurson membedakan
ilmu pengetahuan atas:
- Ilmu pengetahuan kemanusiaan
- Ilmu pengetahuan alam
- Ilmu pengetahuan hayat
- Ilmu pengetahuan logic-deduktif
Di dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan
tentang Perguruan Tinggi Nomor: 22 Tahun 1961 di Indonesia mengklasifikasikan
ilmu pengetahuan atas empat kelompok sebagai berikut:
- Ilmu Agama/Kerohanian, yang meliputi:
- Ilmu agama
- Ilmu jiwa
- Ilmu Kebudayaan, yang meliputi:
- Ilmu sastra
- Ilmu sejarah
- Ilmu pendidikan
- Ilmu filsafat
- Ilmu Sosial, yang meliputi:
- Ilmu hukum
- Ilmu ekonomi
- Ilmu sosial politik
- Ilmu ketatanegaraan dan ketataniagaan
- Ilmu Eksakta dan Teknik, yang meliputi:
- Ilmu hayat
- Ilmu kedokteran
- Ilmu farmasi
- Ilmu kedokteran hewan
- Ilmu pertanian
- Ilmu pasti alam
- Ilmu teknik
- Ilmu geologi
- Ilmu oceanografi
Pengklasifikasian ilmu pengetahuan
menurut subjek dan objeknya:
- Menurut Subjeknya
- 1. Teoritis
a)
Nomotetis: ilmu yang menetapkan hukum-hukum
yang universal berlaku, mempelajari objeknya dalam keabstrakan dan mencoba
menemukan unsur-unsur yang selalu terdapat kembali dalam segala pernyataan yang
konkrit bilamana dan dimana saja. Misalnya, ilmu alam, ilmu kimia, sosiologi,
ilmu hayat.
b)
Ideografis (ide: cita-cita, grafis:
lukisan), ilmu yang mempelajari objeknya dalam konkrit menurut tempat dan waktu
tertentu, dengan sifat-sifatnya yang menyendiri (unik), misalnya: ilmu sejarah,
etnografi (ilmu bangsa-bangsa), sosiografi, dsb.
- 2. Praktis (Applied Science/ Ilmu Terapan): Ilmu yang langsung ditujukan kepada pemakaian atau pengalaman pengetahuan itu, jadi menentukan bagaimanakah orang harus berbuat sesuatu. Maka ini pun diperinci lebih lanjut yaitu:
a)
Normatif, ilmu yang memesankan
bagaimanakah kita harus berbuat, membebankan kewajiban-kewajiban dan
larangan-larangan, misalnya: etika (filsafat kesusilaan/ filsafat moral).
b)
Positif (“applied” dalam arti sempit):
ilmu yang mengatakan bagaimanakah orang harus berbuat sesuatu, mencapai hasil
tertentu, misalnya: ilmu pertanian, ilmu teknik, ilmu kedokteran,sb.
- Menurut Objeknya (terutama objek formalnya atau sudut pandangnya)
- Universal/ umum: meliputi keseluruhan yang ada, seluruh hidup manusia, misalnya: Teologi/agama dan Filsafat.
- Khusus: hanya mengenai salah satu lapangan tertentu dari kehidupan manusia, jadi objek terbatas, hanya ini saja atau itu saja. Inilah yang biasa disebut “ Ilmu Pengetahuan ”. ini diperinci lagi atas:
a)
Ilmu-ilmu alam (natural science, natuurwetenscappen): yang mempelajari
barang-barang menurut keadaannya di alam kodrat saja, terlepas dari pengaruh
manusia dan mencari hukum-hukum yang mengatur apa yang terjadi di dalam alam,
jadi terperinci lagi menurut objeknya, misalnya: ilmu alam, ilmu fisika, ilmu
kimia, ilmu hayat, dsb.
b) Ilmu
pasti (Mathmatics), yang memandang barang-barang, terlepas dari isinya hanya
menurut besarnya. Jadi mengadakan abstraksi barang-barang itu. Ilmunya
dijabarkan secara logis berpangkal pada beberapa asas-asas dasar (axioma).
Misalnya, ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu aljabar,dsb.
c)
Ilmu-ilmu kerohanian/kebudayaan (Geisteswissen-schaf-ten/social-science). Ilmu
yang mempelajari hal-hal dimana jiwa manusia memegang peranan yang mementukan.
Yang dipandang bukan barang-barang seperti di alam dunia, terlepas dari
manusia, melainkan justru sekedar mengalami pengaruh dari manusia. Dan karena
manusia berbuat dengan berdasarkan kekuatan jiwanya dan jiwa dalam Bahasa
Jerman disebut “Geist”, maka gerombolan ilmu-ilmu yang memandang perbuatan
manusia dan hasil-hasil kegiatannya itu disebut “Geisteswissenscaften”.
Misalnya: ilmu sejarah, ilmu mendidik, ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu
sosiologi, ilmu Bahasa, dsb.
b. Sifat-sifat Ilmu Pengetahuan
Sejarah membuktikan, bahwa dengan
metode ilmu, akn membawa manusia kepada kemajuan dalam pengetahuannya. Kemajuan
dalam pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu itu memungkinkan, karena beberapa
sifat, atau cirri khas yang dimiliki oleh ilmu.
Dalam hal ini, Randall mengemukakan
beberapa ciri umum daripada ilmu, di antaranya ialah:
- Hasil ilmu sifatnya akumulatif dan merupakan milik bersama. Artinya, hasil daripada ilmu yang telah lalu dapat dipergunakan untuk penyelidikan dan penemuan hal-hal yang baru, dan tidak menjadi monopoli bagi yang menemukannya saja, setiap orang dapat menggunakan, memanfaatkan hasil penyelidikan atau hasil penemuan orang lain.
- Hasil ilmu, kebenarannya tidak mutlak, dan bisa terjadi kekeliruan, karena yang menyelidikinya adalah manusia. Namun yang perlu diketahui, kesalahan-kesalahan itu bukan karena metodenya, melainkan terletak pada manusia yang menggunakan metode tersebut.
- Ilmu itu objektif, artinya prosedur cara penggunaan mtode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakannya, tidak tergantung kepada pemahaman secara pribadi. Berbeda dengan prosedur otoritas dan intuisi, yang tergantung kepada pemahaman secara pribadi.
Selanjutnya, Ralph Ross dan Ernest Van
den Hagg yang disunting oleh Prof. Drs. Harsojo, mengemukakan ciri-ciri umum
daripada ilmu, yaitu:
- Bahwa ilmu itu rasional
- Bahwa ilmu itu Bersifat empiris
- Bahwa ilmu itu Umum
- Bahwa ilmu itu Akumulatif
Ilmu dikatakan rasional, karena ilmu
merupakan hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal, atau hasil
berpikir secara rasional.
Pada umumnya, orang-orang menggolongkan
filsafat itu pasti ke dalam ilmu-ilmu pengetahuan. Walaupun filasafat iu muncul
sebagai salah satu ilmu pengetahuan, akan tetapi ia mempunyai struktur
tersendiri dan tidak dapat begitu saja dianggap sebagai “ilmu pengetahuan”.
Tentu saja sedikit banyak bagi setiap
ilmu pengetahuan berlaku, bahwa ilmu itu mempunyai struktur dan karakteristik
tersendiri. Studi tentang ilmu kedokteran adalah sesuatu yang berbeda sekali
dengan sejarah kesenian, dan ilmu pasti/matematika sesuatu yang berlainan
sekali dengan ilmu pendidikan. Akan tetapi untuk filsafat, hal yang
“tersendiri” ini berlaku dengan cara yang dasarnya lain
3. Batasan-batasan
Pengkajian Ilmu Pengetahuan
Apakah batasan yang merupakan lingkup
penelajahan ilmu? Dimanakah ilmu berhenti? Apakah yang menjadi karakter objek
ontologis ilmu yang membedakan ilmu dan pengetahuan pengetahuan yang lain?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah sederhana: ilmu memulai
penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman
manusia. Ilmu tidak mempelajari ikhwal surga dan neraka. Sebab ikhwal surga dan
neraka berada diluar Jangkauan pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari sebab
musabab terciptanya manusia sebab kejadian itu terjadi diluar jangkauan
pengalamann manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun
hal-hal yang terjadi setelah kematian manusia, semua itu berada di luar
penjelajahan ilmu.
Ilmu hanya membatasi daripada hal-hal
yang berbeda dalam batas pengalaman kita karena fungsi ilmu sendiri dalam hidup
manusia yaitu sebagai alat bantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah
yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita
tanyakan pada ilmu, melainkan kepada agama. Sebab agamalah pengetahuan yang
mengkaji masalah-masalah seperti itu
Ilmu membatasi batas penjelajahannya
pada batas pengalaman manusia juga disebabkan pada metode yang dipergunakan
dalam menyusun yang telah diuji kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu
memasukkan daerah di luar batas pengalaman empirisnya, maka pembuktian
metodologis tidak dapat dilakukan.
Ilmu tanpa bimbingan moral agama adalah
buta. Kebutaan moral dari ilmu mungkin membawa kemanusiaan ke jurang
malapetaka. Contoh penyalahgunaan teknologi nuklir yang telah merenggut
jutaan jiwa.
Ruang penjelajahan keilmuan kemudian
kita menjadi “kapling kapling” berbagai disiplin keilmuan. Kapling ini
makin lama makin sempit sesuai dengn perkembangan kuantitatif disiplin
keilmuan. Dahulu ilmu dibagi menjadi dua, ilmu alam dan ilmu sosial. Kini telah
terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan. Oleh karena itu, seorang ilmuwan harus
tahu benar batas-batas penjelajahan cabang keilmuan maing-masing.
Mengenai batas-batas kapling ini,
disamping menunjukkan kematangan keilmuan dan profesional kita, juga
dimaksudkan agar kita mengenal tetangga-tetangga kita. Dengan makin
sempitnya daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan, maka sering sekali
diperlukan “pandangan” dari disiplin-disiplin yang lain. Saling pandang
memandang ini atau pendekatan multi disipliner, membutuhkan pengetahuan
tentang tetangga-tetangga yang berdekatan. Artinya harus jelas bagi semua,
dimana disiplin seseorang berhenti dan dimana disiplin orang lain mulai. Tanpa
kejelasan batas-batas ini maka pendekatan multi disipliner akan berubah menjadi
sengketa kapling.
4.Ontologi
Pengatahuan
Tokoh yang membuat istilah ontologi
adalah Cristian Wolff (1679-1714).Istilah ontologi berasal dari bahasa yunani,
yaitu ta onta bararti”yang barada”, dan logi berarti ilmu
pengetahuan atau ajaran. Dengan demikian, antologi adalah ilmu paengetahuan
atau ajaran tentang yang berbeda. Adapun dapat diartikan juga yaitu, antologi
adalah ilmu yang mencari asensi dan eksentasi yang terakhir. Antologi adalah
bagian dari Metafisika
Persoalan dalam keberadaan menurut Ali
Mudhofir (1996) ada tiga pandangan, yang masing-masing menimbulkan aliran yang
berada. Tiga segi pandangan itu adalah sebagai berikut.
1
. Keberadaan Dipandang dari Segi Jumlah (Kuantitas)
Keberadaan dipandang dari segi jumlah
(Kuantitas), artinya berapa banyak kenyataan yang paling dalam itu. Pandangan
ini malahirkan beberapa aliran filasafat sebagai jawabannya, yaitu sebagai
berikut.
- a. Monisme
Aliran yang menyataknan bahwa hanya
satu kenyataan yang fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi,
Tuhan atau subtansi lainnya yang tidak dapat diketahui. Tokohnya antara lain:
Thales (625-545 SM) yang berpendapat bahwa kenyataan yang terdalam adalah
sebuah subtansi, yaitu air. Aniximander (610-547 SM) berkeyakinan bahwa yang
merupakan kenyataan terdalam adalah Aperion, yaitu sesuatu yang tanpa batas,
tidak dapt ditentukan dan tidak memiliki persamaan dengan salah satu benda yang
ada dalam dunia .
Anaximenes (585-528 SM) berkeyakinan
bahwa yang merupakan unsur kenyataan yang sedalam-dalamnya adlah udara. Filuf
modern yang ternasuk monisme adalah B.Spinoza, berpendapat bahwa hanya ada satu
subtansi, yaitu Tuhan. Dalam hal ini Tuhsn dididentikkan dengan alam (naturans
naturata)
- b. Dualiasme (Serba Dua)
Aliran yang menganggap adanya dua
subtabsi yang masing-masing berdiri sndiri. Tokoh-tokoh yang termasuk aliran
ini adalah Plato (428-348 SM), yang membadakan dua dunia, yaitu dunia indra
(bayang-bayang) dan dunia ide (dunia yang terbuka bagi rasio manusia). Rene
Descrates (1596-1650 M) yang membedakan subtansi pikiran dan subtabsi keluasan.
Leibniz (1646-1716 M) yang membadakan antara dunia dunia yang sesungguhnya dan
dunia yang mungkin. Imanuel Kant (1724-1804) yang membedakan antara dunia
gejala (fenomena) dan dunia hakiki (naumena)
- c. Pluralisme (Serba Banyak)
Aliran yang tidak mengakui adanya satu
subtansi atau dua subtansi melainkan banyak subtansi. Para filsuf yang termasuk
pluralisme diantaranya Empedokles (490-430 SM) yang mrnyatakan bahwa hakikat
kenyataan terdiri atas 4 unsur, yaitu udara, api, air, dan tanah. Anaxagoras
(500-428 SM) yang menyatakan bahwa hakikat hakikat kenyataan terdiri atas
unsur-unsur yang tidak terhitungg banyaknya, sebanyak sejumlah sifat benda dan
semuanya dikuasai oleh suatu tenaga yang dinamakan nous. Dikataknnya
bahwa nous adalah suatu zat yang paling halus yang memiliki sifat pandai
bergerak dan mengatur
- 2. Keberadaan Dipandang dari Segi Sifat (Kualitas)
Keberadaan dipandang dari segi sifat
(kualis) menimbulkan beberapa aliran sebagai barikut.
- a. Spiritualisme
Spiritualisme mengandung beberapa arti,
yaitu:
- Ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh (Pneuma, Nous, Reason, Logos), yakni roh yang mendasari dan mengisi seluruh alam. Spirituliasme dalam arti ini dilawankan dengan materialisme.
- Kadang-kadang dikenakan pada pandangan idealistis yang menyatakan adanya roh mutlak. Dunia indra dalam pengertian ini sebagai dunia ide.
- Dipakai dalm istilah keagamaan untuk menekankan pengaruh langsung dari roh suci dalam bidang agama.
- Kepercayaan bahwa roh orang mati berkomunikasi dengan roh orang yang masih hidup melalui perantara atau orang tertenntu dan melalui bentuk wujud yang lain. Istilah spiritualisme lebih tepat dikenakan bagi kepercayaan semacam ini. Aliran spiritualisme juga disebut idealisme (serba cita). Tokoh aliran ini diantaranya Palto dengan ajarannya tentang idea(cita) dan jiwa. Idea atau cita adalah gambaran asli segala benda. halSemua yang ada dalam dunia hanyalah penjelmaan atau bayangan saja.
- b. Materialisme
Adalah pandangan yang menyatakan bahwa
tidak ada sesuatu yang nyata kecuali materi. Pikiran dan kesadaran hanyalah
penjelmaan materi yang dapat dikembalikan pada unsur-unsur fisik. Materi
adalah sesuatu yang kelihatan, dapat diraba, berbentuk, dan menempati
ruang. Hal-hal yang bersifat keharmonian seperti pikiran, jiwa, keyakinan
rasa sedih, dan rasa senang tidak lain hanyalah pengungkapan proses kebendaan.
Tokoh aliran ini antara lain Demokritos
(460-370 SM), Berkeyakinan bahwa alam semesta tersusun atas atom-atom kedil
yang memiliki bentuk dan badan. Atom ini mempunyai sifat yang sama,
perbedaannya hanya hanya besar, bentuk, dan letaknya. Thomas ahobbes (1588-1679)
berpendapat bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia merupakan gerak dari
materi. Termasuk juga pikiran, perasaan adalah gerak materi belaka karena
segala sesuatu yang terjadi dari benda-benda kecil. Bagi Thomas Hobbes,
filsafat sama dengan ilmu yang mempelajari benda-benda
- 3. Keberadaan Dipandang dari Segi Proses, Kejadian, atau Perubahan
Aliran yang berusaha menjawab persoaaln
ini adalah sebagai berikut.
- a. Mekanisme
Menyatakan bahwa semua gejala dapat
dijelaskan berdasarkan asas-asas mekanik(mesin). Semua peristiwa adalah hasil
dari materi yang bergerak dan dapat dijelaskan menurut kaidahnya. Aliran ini
jua menerangkan semua peritiwa berdasar pada sebab kerja (efficient cause),
yang dilawankan sebab tujuan (final cause). Alam dianggap sebuah mesin
yang keseluruha fungsinya ditentukan secara otomatis oleh bagian-bagiannya.
Pandangan yang bercorak mekanistik
dalam kosmologi pertama kali diajukan oleh Leucippus dan Demokritus yang
berpendirian bahwa alam dapat diterangkan berdasarkan pada atom-atom yang
bergerak dalm ruang kosong. Pandangan ini dianut oleh Galileo Galilei
(1564-1641) dan filsuf lainnya dalam abad ke-17 sebagai filsafat mekanik.
- b. Teleologi (Serba- Tujuan)
Berpendirian bahwa yang berlaku dalam
kejadian alam bukanlah kaidah sebab akibat, akan tetapi sejak semula memang ada
suatu kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam kesuatu tujuan.
Plato membedakan antaa idea dan materi.
Tujuan berlaku di dalm ide, sedangkan kaidah sebab-akibat berlaku dalm materi.
Menurut Aristoteles, untuk melihat
kenyataan yang sesungguhnya kita harus memahami empat sebab, yaitu sebab
bahan (materia cause), sebab bentuk (formal cause), sebab kerja (efficient
cause), dan sebab tujuan (final cause). Sebab bahan adalah bahan
yang menjadikan sesuatu itu ada; sebab bentuk adalah yang menjadikan sesuatu
itu berbentuk; sebab kerja adalah yang menyebabkan bentuk itu bekerja atas
bahan; sebab tujuan adalah yang menyebabkan tujuan semat-mata karena perubahan
tempat atau gerak. Dibidang ini semata-mata berkuasa yang kaidah sebab akibat
yang pasti. Sebaliknya, segala kejadian tujuannya adalah menimbulkan sesuatu
bentuk atau sesuatu tenaga. Namun, di katakan juga bahwa kegiatan alam
maengandung suatu tujuan. Sehubungan dengan masalah ini kaidah sebab akibat
hanyalah alat bagi alam untuk mencapai tujuannya
- c. Vitalisme
Memandang bahwa kehidupan tidak dapat
sepenuhnya secara fisika-kimiawi, karena
Hakikatnya berbeda dengan yang tidak
hidup. Filsuf vitalisme seperti Henry Bergson (1859-1941) menyebutkan elan
vital. Dikatakannya bahwa ela vital merupakan sumber dari sebab kerja dan
perkembangan dalam alam. Asas hidup ini mamimpin dan mengatur gejala hidup dan
menyesuiakannya dengan tujuan hidup. Oleh karena itu, vitalisme sering juga
dinamakan finalisme.
Organisme, aliran ini biasanya
dilawankan dengan mekanisme dan vitalisme. Menurut organisisme, hidup adalah
suatu sturktur yang dinamis, suatu kebetulan yang yang memiliki bagian yang
heterogen, akan tetapi yang utama adalah adanya sistem yang teratur. Semua
bagian bekerja dibawah kebulatannya.
BAB
III
PENUTUP
- A. Kesimpulan
Ternyata ilmu pengetahuan tidak
sesederhana seperti yang kita bayangkan. Sebagai seorang pengguna ilmu
pengetahuan kita sering berprasangka bahwa ilmu pengetahuan hanya berkutat pada
teori, riset, dan rekayasa perkembangan teknlogi
Ilmu pengetahuan ternyata merupakan
sebuah dunia yang memiliki karakter dasar, prinsip, dan struktur yang
kesemuanya itu menentukan arah dan tujuan pemanfaatan ilmu.
Karakter dasar, prinsip dan struktur
ilmu pengetahuan dibangun oleh para pendiri sains modern, dimana pada saat itu
para pendiri sains modern menyadari bahwa hidup manusia memiliki tujuan yaitu
membangun peradaban ummat manusia dan untuk mencapai tujuannya itu manusia
membutuhkan alat. Dan alat itu adalah ilmu pengetahuan.
Ontologi ilmu pengetahuan dalam
filsafat ilmu adalah suatu yang sangat penting karena segi lapis terdalam dari
fondasi dunia itu pengetahuan. Ia adalah sebuah ruang tempat diletakkannya “Undang-undang
dasar dunia ilmu pengetahuan”. Disanalah ditetapkannya kearah manakah
Sains Modern menuju dan kita sebagai seorang pengguna, sadar atau tidak adalah
orang-orang yang sedang bersama-sama bergerak menuju arah yang sudah ditetapkan
oleh para pendiri sains modern.
- B. Saran
Demikianlah pembahasan kelompok kami
tentang Ontologi Ilmu pengetahuan. Pembahasan kami hanya merunut dimanakah
posisi dan peran ontologi dalam dunia keilmuan.
Kami sadari dalam makalah ini masih
banyak kekurangan sehingga kami sebagai penyaji memohon saran dan kritik
pembangun, sebagai alat pacu perbaikan bagi kami. Demikian lah penyajian kami
atas perhatiannya kami sampaikan terimakasih.
DAFTAR
PUSTAKA
- Beekman,Gerard dan R.A Rivai. 1973. Filsafat Para Filsuf Berfilsafat.Jakarta:Penerbit Erlangga
- Syafii,Inu Kencana. 2004. Pengantar Filsafat. Bandung: PT Refika Aditama
- Lanur,Alex OFM.1993.Hakikat Pengetahuan dan Cara Kerja Ilmu-ilmu. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama
- Salam, Burhanuddin. 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara
- Surajiyo.2008.Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.Jakarta:PT.Bumi Aksara.
- A.Wiramihardja,Sutarjo.2007.Pengantar Filsafat.Bandung:PT.Refika Aditama.
Komentar
Posting Komentar